ROKAN HILIR, RIAU — Peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, masih marak dan dijual bebas di pasaran. Rokok tanpa pita cukai ini dengan mudah ditemukan di toko, warung, hingga kios kecil di pelosok desa tanpa ada penindakan berarti dari aparat penegak hukum.
Fenomena ini menjadi sorotan serius pemerintah pusat. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya menegaskan akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Khusus Pemberantasan Rokok Ilegal, setelah menerima laporan masyarakat dari sejumlah daerah, termasuk Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau.
“Peredaran rokok ilegal tidak mungkin terjadi tanpa ada pembiaran. Kami akan bentuk Satgas khusus untuk menyisir seluruh jaringan pelaku dan pelindung rokok tanpa pita cukai. Tidak ada toleransi, termasuk bila melibatkan aparat Bea dan Cukai,” tegas Purbaya dalam konferensi pers di Jakarta.
Seorang pejabat Rukun Tetangga (RT) di Kepenghuluan Bagan Batu, Kecamatan Bagan Sinembah, Rokan Hilir, Reymond menyebutkan, peredaran rokok ilegal dengan berbagai macam merek itu sudah berlangsung lama di wilayahnya tanpa ada penindakan tegas.
“Rokok tanpa pita cukai bisa dibeli bebas di toko-toko dan kios kecil. Masyarakat banyak yang tidak tahu kalau itu melanggar hukum,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (28/10/25).
Maraknya rokok ilegal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan potensi kebocoran penerimaan negara dari sektor cukai. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 1995, pelanggaran terhadap ketentuan pita cukai termasuk tindak pidana berat.
Pasal 54: “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dilekati pita cukai sebagaimana mestinya, dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Pasal 56: “Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menyimpan, atau menjual barang kena cukai yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana di bidang cukai, dipidana dengan penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp20 juta.”
Selain itu, Pasal 55 UU yang sama juga mengatur ancaman pidana terhadap pelaku yang menggunakan pita cukai palsu atau bekas dengan ancaman penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak 20 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Tak hanya pelaku utama, aparat yang terbukti melindungi praktik ini juga dapat dijerat Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang untuk memaksa seseorang melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun delapan bulan.”
Apabila keterlibatan aparat dilakukan secara sistematis dan merugikan keuangan negara, pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 3, yang mengatur penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara yang menyebabkan kerugian keuangan negara.
Menkeu Purbaya menegaskan, pemberantasan rokok ilegal bukan hanya soal meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga perlindungan konsumen dan keadilan usaha.
“Negara akan mengalami kerugian akibat rokok ilegal. Tapi yang lebih penting, ini soal keadilan bagi pelaku usaha rokok legal yang taat aturan,” ujar Purbaya.
Satgas Khusus bentukan Kementerian Keuangan nantinya akan bekerja sama dengan Bea dan Cukai, Kepolisian, Kejaksaan Agung, serta membuka jalur pengaduan masyarakat untuk mengungkap dugaan keterlibatan oknum aparat di lapangan.
Langkah tegas ini diharapkan dapat menekan peredaran rokok ilegal yang telah merugikan negara dan mencederai keadilan ekonomi di daerah.
(Sah Siandi Lubis)


=======
<<<=====>>>

:


















