ROKAN HILIR — Pimpinan Media BIN-RI, Ria Setiawan Nasution, menyoroti maraknya aktivitas galian C yang diduga ilegal di Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Aktivitas penambangan tanpa izin resmi tersebut dinilai berpotensi merusak ekosistem lingkungan sekaligus merugikan negara dari sisi pendapatan pajak dan retribusi.
“Praktik galian C bukan hanya dilakukan pengusaha tambang, tetapi juga melibatkan pihak kedua atau vendor jasa pengangkutan tanah. Aktivitas ini harus diawasi ketat karena disinyalir banyak yang tidak mengantongi izin resmi, baik dari pemerintah daerah maupun kementerian terkait,” ujar Iwan, Rabu (27/8/2025).
Secara hukum, praktik galian C tanpa izin dapat dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pasal tersebut menyebutkan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin usaha pertambangan dapat dipidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Selain itu, aktivitas galian ilegal juga melanggar Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap usaha memiliki izin lingkungan. Pelanggaran ketentuan ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
Dari aspek transportasi, angkutan tanah urug diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mewajibkan kendaraan angkutan barang memenuhi persyaratan teknis, laik jalan, serta memiliki izin penyelenggaraan angkutan.
Ketentuan tersebut diperkuat dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019, yang mengatur bahwa truk pengangkut tanah urug wajib mengantongi izin operasi dari Dinas Perhubungan. Sejumlah daerah bahkan menerapkan peraturan daerah (perda) yang mewajibkan dokumen asal material, termasuk izin galian C, khususnya terkait pertambangan rakyat.
“Karena itu, pemilik atau pengusaha angkutan tanah urug tidak hanya wajib mengurus izin operasi kendaraan di Dinas Perhubungan, tetapi juga memastikan asal materialnya memiliki izin usaha pertambangan atau izin galian C,” jelas Iwan.
Lebih lanjut, Iwan mendesak aparat penegak hukum bersama pemerintah daerah segera mengevaluasi aktivitas galian dan mengambil langkah tegas jika ditemukan praktik ilegal. Ia menekankan, konsistensi dalam penegakan hukum sangat penting untuk mencegah kerusakan lingkungan meluas serta potensi kerugian negara semakin besar.
“Jika hal ini terus dibiarkan, dampaknya bukan hanya kerusakan lingkungan, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial serta menghilangkan pendapatan negara. Penegakan hukum harus dijalankan tanpa kompromi,” tegasnya.
(Red)