BOGOR – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah mengevaluasi sejumlah Kerja Sama Operasi (KSO) yang dilakukan PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 di Kabupaten Bogor. Evaluasi ini dilakukan karena ekspansi lahan dari 16 ribu hektare menjadi 35 ribu hektare dinilai berpotensi melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Deputi Bidang Penegakan Hukum KLH, Irjen (Pol) Rizal Irawan, pada Minggu (9/3), menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif, penyelesaian sengketa lingkungan, hingga ancaman pidana empat hingga sepuluh tahun sesuai Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Selain itu, beberapa tenant yang terlibat dalam ekspansi tersebut juga diwajibkan membayar ganti rugi kepada korban bencana banjir serta melakukan pemulihan lingkungan.
KLH juga menemukan sejumlah bangunan wisata yang berdiri di kawasan tersebut tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang spesifik. Selain itu, beberapa bangunan diketahui memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang tidak sesuai dengan ketentuan. “Kami masih mendalami perizinan bangunan tersebut serta kaitannya dengan bencana banjir yang terjadi pada Februari hingga Maret lalu,” ujar Rizal.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 baru melaksanakan KSO setelah tenant memperoleh izin dari pemerintah. Namun, KLH tetap akan meneliti lebih lanjut apakah proses perizinan tersebut telah memenuhi standar yang ditetapkan. Jika ditemukan pelanggaran, KLH tidak menutup kemungkinan akan memberikan sanksi yang lebih tegas.
Evaluasi ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memastikan bahwa ekspansi industri tidak merusak keseimbangan lingkungan serta mencegah dampak bencana di masa mendatang. KLH menegaskan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.
(Red)