“Jeruk Makan Jeruk”, Refleksi Ego dan Harapan di Dunia Pers

Breaking News

banner 120x600
banner 728x90 :

Batam, Bin-Ri – Pernyataan Ketua PWI Kepulauan Riau (Kepri) yang menyebut adanya wartawan berkedok premanisme dan belum memiliki sertifikasi, menuai beragam respons dari kalangan jurnalis. Menyikapi hal ini, tim redaksi Bin-Ri menemui salah satu tokoh jurnalis senior di Kepri, Rio Parlindungan, untuk mendapatkan pandangannya.

Rio menilai, polemik terkait status Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tak seharusnya menjadi sumber perpecahan di kalangan pers.

banner 325x300

“Di tengah semaraknya dinamika jurnalistik, kita justru disuguhkan konflik internal yang menyedihkan—tentang siapa yang layak dikonfirmasi atau dianggap sah sebagai wartawan, hanya berdasarkan sertifikat UKW,” ujarnya kepada Bin-Ri, Senin (3/6/2025).

Menurutnya, isu ini tidak hanya bersifat administratif, namun menyentuh nilai-nilai fundamental profesi kewartawanan seperti kejujuran, keterbukaan, dan solidaritas antarsesama jurnalis.

“Ironis. Kita yang seharusnya menjadi penyambung suara rakyat, justru saling memotong suara satu sama lain. Kita malah membiarkan konflik internal mencoreng citra pers. Ini seperti pepatah ‘jeruk makan jeruk’,” tegas Rio.

Ia menambahkan, keberadaan UKW memang penting sebagai bentuk profesionalisasi, namun tak bisa dijadikan satu-satunya tolok ukur integritas seorang jurnalis.

“Bukan sertifikat yang membentuk jati diri wartawan, melainkan hatinya, etikanya, dan keberaniannya dalam membela kebenaran. Kita bukan lawan. Kita adalah kawan,” lanjutnya.

Rio juga menyoroti dampak buruk dari saling sindir antarlembaga pers yang membuat kepercayaan publik terhadap wartawan menurun. Label negatif seperti “preman berkedok pena” hingga “pencari amplop” pun kembali mencuat di masyarakat.

“Ini menyakitkan. Ini mengkhianati sejarah panjang perjuangan pers Indonesia. Bukankah lebih mulia jika kita saling mendukung, bukan saling menjatuhkan?”

Ia mengajak seluruh insan pers untuk kembali kepada jati diri pers sejati, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Di dalam UU Pers, tidak ada kasta. Semua jurnalis memiliki tanggung jawab yang sama dalam mencerdaskan bangsa. Kita bukan sekadar pencatat peristiwa, kita penafsir zaman,” ucapnya.

Lebih lanjut, Rio mengajak seluruh organisasi pers, mulai dari PWI, AJI, IJTI, hingga komunitas independen lainnya untuk menyikapi proses sertifikasi seperti UKW dan SKW sebagai sarana peningkatan mutu, bukan sebagai alat diskriminasi.

“Menjadi wartawan adalah jalan hidup. Jalan yang penuh tantangan namun mulia. Pena kita bisa membangun peradaban atau meruntuhkannya. Kita harus sadar betapa besar tanggung jawab itu,” pungkasnya.

Di akhir perbincangan, Rio menyampaikan harapan agar seluruh jurnalis bisa kembali bersatu tanpa terjebak dalam perbedaan organisasi maupun status sertifikasi.

“Kita bukan jeruk yang saling memakan. Kita ibarat pohon yang akarnya saling terkait, batangnya saling menopang, dan buahnya manis untuk bangsa. Mari buktikan bahwa pers Indonesia bisa bersatu bukan karena seragam yang sama, tapi karena hati yang satu,” tutupnya.

(Laporan: Yudi – Bin-Ri)

=====BIN-RI.ID===== banner 325x300
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *