GARMASI ROHIL Desak Satgas PKH Sita Lahan Kawasan Hutan di Sungai Daun dan Kubu yang Diduga Dikuasai Secara Ilegal oleh Mafia Lahan

Breaking News

banner 120x600
banner 728x90 :

JAKARTA — Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi Rokan Hilir (GARMASI ROHIL) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk segera menyita dan memproses secara hukum seluruh lahan kawasan hutan di Desa Sungai Daun, Kecamatan Pasir Limau Kapas, serta Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, yang diduga kuat telah dikuasai secara ilegal oleh sejumlah pihak yang berperan sebagai mafia lahan.

Dalam siaran pers yang diterima media, GARMASI ROHIL menyebut sejumlah nama yang dikenal masyarakat setempat, antara lain Grup Binsar Sianipar dkk, A’i, Ameng, Amin Bintang Terang, Haji Pariaman, Alam Jaya, dan Awi. Pihak-pihak tersebut diduga terlibat dalam alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit tanpa izin yang sah.

banner 325x300

Temuan GARMASI ROHIL, yang didasarkan pada laporan masyarakat dan pemantauan langsung di lapangan, mengindikasikan bahwa ribuan hektare kawasan hutan telah dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit secara ilegal dan tanpa izin resmi dari otoritas kehutanan. Kegiatan ini diduga telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa ada penindakan hukum yang signifikan.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan serius terhadap lingkungan hidup dan kedaulatan negara. Negara mengalami kerugian ekologis dan ekonomis yang besar, sementara para mafia lahan secara bebas mengeruk keuntungan dari hasil sawit yang tumbuh di kawasan hutan,” tegas Mulyadi, Ketua GARMASI ROHIL, dalam keterangannya.

GARMASI ROHIL menyatakan kesiapan untuk menyerahkan data lengkap kepada pihak berwenang, termasuk daftar nama terduga pelaku, titik koordinat lokasi, serta luas penguasaan lahan yang mencapai ribuan hektare.

Penguasaan dan alih fungsi kawasan hutan tersebut secara jelas melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pasal 50 ayat (3) huruf a: Melarang setiap orang mengerjakan, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

Pasal 78 ayat (3): Menetapkan sanksi pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp5.000.000.000,00 bagi pelanggar.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).

Pasal 17 ayat (1) huruf b: Melarang kegiatan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

Pasal 92 ayat (1) huruf a: Menyatakan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp1.500.000.000,00 dan maksimal Rp10.000.000.000,00.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015.

Mengatur bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan hanya dapat dilakukan melalui mekanisme resmi oleh pemerintah pusat.

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menyebut bahwa usaha perkebunan tanpa legalitas berpotensi menghindari kewajiban perpajakan, sehingga merugikan keuangan negara.

5. Peraturan Menteri LHK Nomor P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2022.

Menyatakan bahwa penguasaan kawasan hutan tanpa hak merupakan pelanggaran serius dan dapat dikenakan tindakan administratif berupa penyitaan serta pengosongan lahan oleh negara.

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan

Mengatur pembentukan Satgas PKH yang berwenang menyita, menguasai kembali, dan menindak secara administratif maupun pidana setiap bentuk penguasaan kawasan hutan tanpa izin sah.

Permohonan Tindakan dan Tuntutan. Sehubungan dengan temuan tersebut, GARMASI ROHIL mengajukan tuntutan resmi kepada berbagai institusi negara sebagai berikut:

1. Kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia:

Melakukan verifikasi dan peninjauan langsung ke lokasi.

Mengembalikan status kawasan hutan sesuai fungsi ekologisnya.

Melaksanakan audit perizinan Hak Guna Usaha (HGU) dan perpajakan atas seluruh aktivitas perkebunan di kawasan hutan Kabupaten Rokan Hilir.

2. Kepada Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH):

Menyita lahan kawasan hutan yang telah dikuasai secara ilegal.

Mengembalikan fungsi kawasan hutan sesuai peruntukannya.

Melakukan tindakan administratif dan fisik atas lahan yang dikuasai tanpa hak.

Menyampaikan hasil penertiban secara terbuka kepada publik.

Menjamin proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia:

Mengambil alih penanganan kasus dugaan tindak pidana kehutanan.

Menetapkan tersangka terhadap individu maupun korporasi yang terbukti terlibat.

Menuntut pidana maksimal sesuai UU P3H dan UU Kehutanan.

4. Kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI):

Membuka penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana penguasaan kawasan hutan secara ilegal.

Menjaga keamanan selama proses penyelidikan dan penyitaan.

Bertindak netral dan profesional dalam penegakan hukum.

“Kami tidak ingin negara terus-menerus tunduk pada kekuatan mafia lahan. Sudah saatnya negara menunjukkan ketegasan dan keberpihakan terhadap lingkungan serta supremasi hukum. Kami juga akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran agar tuntutan dan proses hukum berjalan sesuai peraturan yang berlaku,” tutup Mulyadi.

(Red)

=====BIN-RI.ID===== banner 325x300
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *